Mahar merupakan salah satu unsur penting dalam upacara pernikahan. Dalam agama Islam, mahar juga dikenal dengan sebutan shadaq, sedangkan di Indonesia dikenal dengan nama maskawin. Definisi dan pengertian mengenai mahar sudah dijelaskan dalam berbagai kitab yang ditulis oleh para ulama. Sebagai contoh, dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam al-Syâfi’I, Juz IV halaman 75 dijelaskan bahwa maskawin adalah harta yang wajib diserahkan oleh suami kepada istri sebagai akibat dari akad nikah.

Jadi selain kamu memikirkan atau memesan undangan pernikahan online di https://nicewedding.id/, kamu juga harus mengetahui informasi tentang mahar pernikahan berikut!

Pengertian Mahar Pernikahan dan Hukumnya

Mahar atau maskawin adalah sejumlah harta yang diberikan oleh mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan saat upacara pernikahan. Menurut kitab al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhab al-Imam al-Syâfi’i yang berasal dari Islam NU, mahar pernikahan atau maskawin dianggap wajib. Hal ini berarti suami wajib memberikan mahar kepada istri saat melakukan akad nikah agar pernikahan dianggap sah secara syariat.

Terkait dengan mahar pernikahan, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama. Meski mahar dianggap wajib, beberapa ulama berpendapat bahwa keberadaannya bukan merupakan syarat sah pernikahan dan tidak termasuk dalam rukun nikah. Namun, tetap saja meniadakan mahar nikah dianggap dosa bagi suami karena tidak memenuhi hak pertama istri yang wajib dipenuhi.

Bukti adanya mahar dalam agama Islam dapat ditemukan dalam Alquran, tepatnya pada Surat An Nisa ayat 4. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya mahar dalam pernikahan dalam ajaran Islam. Sehingga, pemberian mahar tidak boleh dianggap sepele dan harus dilakukan secara penuh tanggung jawab.

وَءَاتُوا۟ ٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحْلَةً ۚ فَإِن طِبْنَ لَكُمْ عَن شَىْءٍ مِّنْهُ نَفْسًا فَكُلُوهُ هَنِيٓـًٔا مَّرِيٓـًٔا

“Wa ātun-nisā`a ṣaduqātihinna niḥlah, fa in ṭibna lakum ‘an syai`im min-hu nafsan fa kulụhu hanī`am marī`ā.”

Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan.

Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya,” (QS. An Nisa ayat 4).

Mahar nikah bukan hanya sekadar simbol kesungguhan seorang pria untuk menikahi wanitanya, namun juga memuat kewajiban hukum bagi suami untuk memberikannya. Sesuai dengan ajaran agama Islam, pemberian mahar oleh suami kepada istri dianggap wajib dalam pernikahan. Fakta ini juga ditegaskan oleh H. Sulaiman Rasyid dalam kitabnya, Fiqh Islam.

Alasan mengapa mahar dianggap wajib dalam pernikahan adalah karena perintah langsung dari Allah SWT dalam surah An-Nisa ayat 4. Maharsyah adalah bentuk persembahan suami untuk istri, yang selain menunjukkan keikhlasan dan kesungguhan niat, juga memuat unsur kewajiban hukum. Oleh karena itu, sebagai seorang suami, memberikan mahar kepada istri tidak boleh diabaikan dan harus dipenuhi dengan sepenuh hati dan tanggung jawab.

Dalam kitab tersebut, dijelaskan bahwa meskipun mahar merupakan kewajiban, namun tidak dianggap sebagai rukun nikah. Artinya, meskipun mahar tidak disebutkan dalam akad nikah, pernikahan tetap dianggap sah. Meskipun banyak ulama berpendapat bahwa menyebutkan mahar pada saat akad nikah adalah hal yang dianjurkan (sunah).

Banyak yang bertanya-tanya, berapa jumlah mahar yang sesuai dalam Islam? Ternyata, jumlah mahar tidak diatur oleh syariat Islam, tetapi sesuai dengan kesanggupan suami dan kerelaan istri. Sebuah cincin besi pun dapat dijadikan mahar, seperti yang pernah disabda oleh Rasulullah.

Namun, dalam Kitab Fathul Qarib karya Syekh Muhammad bin Qasim, disebutkan bahwa sebaiknya nominal mahar tidak kurang dari 10 dirham dan tidak lebih dari 500 dirham (1 dirham = 2,975 gram perak). Meskipun begitu, nominal mahar dapat disesuaikan dengan kondisi masing-masing pihak.

Dari sini, kita dapat menyimpulkan bahwa mahar bukanlah tujuan utama dalam pernikahan, dan jumlah nominalnya harus disesuaikan dengan kemampuan suami serta keinginan istri.

Macam-Macam Mahar Pernikahan Dalam Islam

Dalam agama Islam, mahar dianggap sebagai salah satu unsur penting dalam pernikahan. Meskipun Islam tidak menetapkan bentuk dan jumlah mahar yang pasti, tetapi telah ada beberapa bentuk mahar yang dicontohkan oleh Rasulullah atau telah menjadi budaya di masyarakat Muslim. Berikut ini adalah beberapa contoh bentuk mahar yang umum dijumpai:

Mahar Dirham Perak

Dirham perak adalah mata uang yang telah digunakan di Arab sebagai alat tukar sejak masa awal Islam. Rasulullah telah menggunakan dirham sebagai mahar ketika menikahi istri-istrinya. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Aisyah RA menjawab bahwa jumlah maharnya adalah 500 dirham.

Mahar Dinar Emas

Dinar emas juga merupakan mata uang yang digunakan di jazirah Arab sejak awal masa Islam.  Penggunaan dinar untuk dijadikan mahar bersamaan dengan dirham merupakan hal umum dilakukan di Arab saat masa hidup Rasulullah SAW. Masyarakat Arab saat ini menggunakan dinar atau dirham untuk digunakan sebagai mahar dalam pernikahan.

Mahar Pengajaran Alquran

Mahar tidak selalu berupa benda berharga. Mahar juga bisa berbentuk jasa misalnya pengajaran terhadap Alquran. Hal ini dibolehkan berdasarkan hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Dalam hadis tersebut, terdapat kisah seorang lelaki yang dinikahkan dengan seorang wanita dengan mahar berupa hafalan Alquran yang dimilikinya.

Mahar Pernikahan Berupa Seperangkat Alat Salat

Mahar seperangkat alat shalat sangat umum digunakan di masyarakat Indonesia. Seperangkat alat salat ini diyakini sebagai simbol bahwa pernikahan adalah setengah ibadah yang harus terus dijaga sepanjang usia pernikahan tersebut.

Mahar Uang Tunai atau Benda Berharga Lainnya

Pemberian mahar dalam bentuk uang tunai atau benda berharga seperti perhiasan emas atau perak, telah menjadi tradisi yang umum pada acara pernikahan. Walaupun tidak terdapat contoh dari Rasulullah dan para sahabat mengenai hal ini, namun tidak ada larangan dalam hal tersebut. Selama mempelai pria mampu memberikan mahar tersebut dan mempelai wanita merestuinya, maka hal itu dianggap sah.

Uang Mahar Pernikahan Sebaiknya Digunakan Untuk Apa?

Dalam agama Islam, mahar merupakan hak mutlak bagi seorang istri. Suami tidak memiliki hak untuk memaksa istri mengeluarkan mahar tersebut untuk keperluan apa pun. Sebaliknya, istri diperbolehkan untuk menggunakan mahar sesuai keinginannya tanpa ada paksaan dari suami.

Dalam kitab Fiqih Wanita yang ditulis oleh Syekh Kamil Muhammad Uwaidah, dijelaskan mengenai aturan penggunaan mahar oleh istri. Menurutnya, istri diberi kebebasan untuk menggunakan mahar tanpa harus meminta izin terlebih dahulu pada suaminya. Istri juga tidak perlu khawatir jika ingin mengeluarkan mahar untuk kebutuhan pribadi, karena suami tidak memiliki hak untuk melarangnya.

Namun, jika penggunaan mahar terkait dengan kebutuhan istri untuk berhias demi suami, maka suami dapat memintanya. Namun, suami tidak diperbolehkan memaksa istri membayarkan mahar yang terkait dengan hutang, kecuali jika nominalnya kurang dari tiga dinar.

Jika mahar yang diberikan berupa perhiasan emas atau perak, suami dapat meminta istri untuk mengenakannya saat bersama dengannya. Namun, istri tidak memiliki kewajiban untuk mengenakan perhiasan tersebut jika dirasa tidak layak atau tidak cocok untuk dipakai.

Jika mahar yang diberikan berupa benda seperti rumah atau binatang ternak, maka istri memiliki hak penuh untuk menjual atau mempertahankannya. Suami tidak memiliki hak apa pun atas penjualan mahar tersebut.